GridHEALTH.id - Para orangtua dari anak-anak usia balita sempat dibuat geger jelang akhir tahun ini.
Bagaimana tidak, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI tiba-tiba saja mengeluarkan kebijakan kesehatan berupa pelarangan penggunaan dan penjualan obat sirup.
Padahal, bentuk obat tersebut paling banyak digunakan saat bayi dan balita sakit, mengingat mereka belum bisa menelan obat tablet ataupun kapsul layaknya orang dewasa.
Larangan tersebut secara resmi disampaikan oleh Kemenkes melalui Surat Edaran (SE) SR.01.05/III/3461/2022 yang diterbitkan pada 18 Oktober 2022.
Alasan dikeluarkannya aturan ini, berkaitan dengan kasus gangguan ginjal akut yang meningkat pada anak usia 0-18 tahun.
Penyakit tersebut sebenarnya pertama kali terjadi pada Januari, hanya saja mengalami lonjakan pada Agustus 2022.
Kemudian kasusnya terus meningkat dan menjadi sangat mengkhawatirkan pada awal September hingga Oktober 2022.
Dalam surat edaran yang dirilis Kemenkes, terdapat poin yang mengisyaratkan tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan untuk sementara waktu tidak meresepkan obat yang berbentuk cairan.
Tak hanya itu, apotek pun juga dilarang menjual jenis obat tersebut baik bebas maupun dengan resep kepada masyarakat luas.
“Kemenkes mengimbau masyarakat untuk pengobatan anak, sementara waktu tidak mengonsumsi obat dalam bentuk cair atau sirup tanpa berkonsultasi dengan tenaga kesehatan,” kata juru bicara kemenkes Mohammad Syahril, dikutip dari Sehat Negeriku
(19/10/2022).
“Sebagai alternatif dapat menggunakan bentuk sediaan lain seperti tablet, kapsul, suppositoria (anal), atau lainnya,” sambung Syahril.
Baca Juga: Mengandung Cemaran EG dan DEG, 549 Ribu Obat PT Ciubros Dimusnahkan
Berkaca pada kejadian serupa yang terjadi di Gambia, Afrika Barat, selagi diberlakukannya larangan ini, kemenkes bersama stakeholder lain melakukan pemeriksaan laboratorium.
Berdasarkan hasil penelusuran yang dilakukan oleh kemenkes pada pasien yang saat itu dirawat di RSCM, ditemukan pada tubuh beberapa anak tersebut terdapat cemaran etilen glikol dan dietilen glikol.
"Dari 11, 7 anak positif memiliki senyawa berbahaya tadi, yaitu etilen glikol, dietilen glikol. Itu ada," kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, dikutip dari GridHEALTH.id (21/10/2022).
Hasil dari pemeriksaan obat yang sempat dikonsumsi oleh para pasien pun juga menunjukkan hasil serupa.
Buntut dari kasus ini, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terus melakukan penulusuran dan menemukan sejumlah perusahaan farmasi yang pada produk obatnya terdapat cemaran etilen glikol dan dietilen glikol, senyawa kimia beracun, yang melebihi ambang batas.
Di antaranya PT Afi Farma Pharmaceutical Industries, PT Yarindo Farmatama, dan PT Universal Pharmaceutical Industries.
Obat sirup dari perusahaan farmasi tersebut yang mengandung cemaran EG dan DEG telah dimusnahkan dan mereka juga telah ditetapkan sebagai tersangka.
Kemenkes juga telah menyimpulkan bahwa GGAPA yang terjadi pada anak disebabkan oleh cemaran EG dan DEG dalam obat sirup.
Setelah dinilai kebijakan kesehatan yang melarang penggunaan obat sirup berhasil menekan angka kasus gangguan ginjal akut, kemenkes kembali menerbitkan surat edaran.
Melalui SE Nomor HK.02.02/III/3531/2022 yang terbit pada 24 Oktober 2022, disebutkan bahwa obat sirup yang telah direkomendasikan oleh BPOM boleh digunakan kembali.
Sampai saat ini, sudah ada 172 obat sirup yang telah dinyatakan aman untuk digunakan selama sesuai dengan aturan pakai. (*)
Baca Juga: Tadinya Dilarang, Sekarang 172 Obat yang ada Dalam Daftar Ini Boleh Dijual ke Masyarakat
Source | : | GridHEALTH.id,Sehat Negeriku |
Penulis | : | Nurul Faradila |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar