Find Us On Social Media :

Mengapa Daging Babi Tidak Dianjurkan Dikonsumsi, Menurut Sains

Konsumsi daging babi dikaitkan dengan sejumlah dampak buruk bagi kesehatan.

GridHEALTH.id - Alasan utama (tetapi bukan satu-satunya) mengapa daging babi tidak dianjurkan dikonsumsi adalah kandungan lemak jenuh dan kolesterolnya yang tinggi.

“Saya tidak akan pernah merekomendasikan makan produk hewani, dan tentu saja bukan daging babi,” kata Dana Hunnes, asisten profesor di UCLA Fielding School of Public Health di California, Amerika Serikat

Pada abad ke-20, umat manusia memikirkan kembali konsumsi hewannya, dan pertanian industri mengambil alih.

Dunia sekarang menghasilkan daging 4 kali lebih banyak daripada 50 tahun yang lalu,  yang pada tahun 2013, berarti 320 juta ton daging.

Lebih dari 80 miliar hewan disembelih setiap tahun untuk diambil dagingnya, dengan daging babi menjadi jenis daging paling populer secara global (walaupun unggas meningkat paling pesat).

Rata-rata orang Amerika mengonsumsi 124 kilogram daging setiap tahun, dan sekitar 24 di antaranya adalah babi. Daging babi dikonsumsi dalam beberapa cara, dari sosis dan bacon hingga daging segar dan lemak babi.

Konsumsi daging babi di AS relatif stabil selama beberapa abad terakhir (walaupun ayam, kalkun, dan daging sapi telah meningkat dibandingkan awal 1900-an). Tapi ini tidak selalu berarti kabar baik.

Hampir semua pedoman diet merekomendasikan tidak lebih dari 500 gram (1,1 pon) daging merah seminggu - bukan hanya daging babi. Sementara itu, orang Amerika mengonsumsi dua kali lipat, dan jumlahnya terus bertambah.

Pada tahun 2012, sebuah penelitian besar pada lebih dari 100.000 orang menemukan bukti kuat bahwa konsumsi daging merah terkait dengan hidup yang lebih pendek dan kurang sehat.

Baca Juga: Jangan Sampai Tertipu, Begini Cara Membedakan Daging Sapi, Daging Babi dan Celeng

Baca Juga: Healthy Move, Tak Perlu Lompat, Latihan Kardio Ini Bisa Tetap Membakar Kalori

“Studi ini memberikan bukti yang jelas bahwa konsumsi rutin daging merah, terutama daging olahan, berkontribusi besar terhadap kematian dini,” menurut Dr. Frank Hu, salah satu ilmuwan senior yang terlibat dalam penelitian dan profesor nutrisi di Harvard School of Kesehatan masyarakat.