GridHEALTH.id - Sebanyak 634 penumpang kapal pesiar Diamond Princess positif COVID-19. Sekretaris Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI, dr Achmad Yurianto, menyebut kapal pesiar itu sudah menjadi pusat penyebaran baru atau episentrum baru COVID-19.
Baca Juga: Korban Tewas Akibat Corona Bertambah, Korsel dan Iran Siaga Satu
Di Wuhan angka penularan masih sekitar 5% karena jarak antar orang lebih lebar. Di kapal Diamond Princess, angka penularan mencapai 15% karena kuat dugaan akibat kontak yang lebih dekat sehingga kemungkinan terinfeksi lebih tinggi.
"Karena muncul episentrum baru maka kelompok ini dikhawatirkan muncul mutasi COVID-19. Dari beberapa referensi, kelihatannya positif tapi gejalanya makin ringan," kata pria yang akrab disapa dokter Yuri kepada media di Kantor Kemenkes, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat (21/2/2020).
"Dari episentrum baru ini, kebijakan disepakati 2 kali episode inkubasi. Kita akan melakukan observasi selama 28 hari.
Kalau dari pemerintah Jepang memutuskan crew dan penumpang WNI boleh diambil maka kita akan melakukan observasi kesehatan 2x14 hari lagi di sini (Indonesia)," tambahnya.
Menurut dokter Yuri, beberapa pasien di kapal dilaporkan positif tanpa gejala berat atau positif dengan gejala minimal.
Baca Juga: Kata Ahli Soal Kehamilan di Kolam Renang : 'Sperma Akan Mati di Luar Tubuh'
Mutasi COVID-19 disebut mulai bergeser ke arah seasonal flu atau flu biasa. Meski demikian pengawasan tetap diperketat dan masa karantina bagi pendatang dari area episentrum diperpanjang.
Dari fakta di atas tak dapat dipungkiri bahwa virus corona COVID-19 bisa bermutasi sama seperti mikroorganisme lainnya. Meski begitu, tidak semua virus yang bermutasi itu menjadi lebih jahat dari sebelumnya.
Baca Juga: Khasiat Daun Koja, Atasi Anemia Hingga Penyubur Cepat Hamil
Faktor apa yang bisa menyebabkan virus bermutasi, menurut Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Prof Amin Soebandrio, virus akan bermutasi bila merasa tidak nyaman dengan lingkungan yang ditinggalinya.
"Biasanya mikroorganisme itu akan bermutasi kalau dia harus beradaptasi terhadap lingkungan. Lingkungan yang buruk tentunya," kata Prof Amin seperti dikutip dari detikcom (21/2/2020).
Menurutnya mutasi adalah cara virus untuk beradaptasi terhadap lingkungan yang baru, dan tidak semuanya bisa berhasil.
"Mutasi itu dilakukan secara random. Kecepatan bermutasinya juga berbeda-beda dan tergantung lingkungan di mana si virus itu hidup. Mutasi yang berhasil itu akan hidup dan mutasi yang gagal dia akan mati," tambah Prof Amin.
Menurut laporan itu sekarang sudah mencapai generasi yang keempat, dan kecenderungannya itu menjadi lebih kurang virulence.
Baca Juga: Punya Balita di Rumah, Apa Yang Harus Tersedia di Kotak Obat P3K?
Prof Amin juga menjelaskan bahwa tak setiap virus yang bermutasi itu akan menjadi lebih buruk. Sebab virus akan bermutasi secara acak.
"Kemungkinan dia menjadi sulit terdeteksi, lebih virulence, lebih menular juga bisa. Atau sebaliknya menjadi kurang virulence dan menjadi kurang menular juga bisa," jelasnya.
Menurutnya, berdasarkan laporan yang ia terima saat ini virus corona COVID-19 memang telah bermutasi dan itu sudah terjadi di China.
Baca Juga: Hari Ginjal Sedunia, Tips dan Trik Menjaga Ginjal Tetap Sehat
"Karena menurut laporan itu sekarang sudah mencapai generasi yang keempat, dan kecenderungannya itu menjadi lebih kurang virulence," pungkasnya. (*)
Source | : | detik.com,kemenkes.go.id,Kompas Health,gelora.co.id |
Penulis | : | Soesanti Harini Hartono |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar