GridHEALTH.id - Pernikahan dini adalah sebuah fenomena yang membayangi generasi muda Indonesia.
Dari data UNICEF pada 2022 lalu, Indonesia berada di urutan ke-8 sebagai negara dengan kasus pernikahan dini terbanyak di dunia.
Diketahui, total pernikahan anak yang terjadi pada tahun tersebut mencapai 1,5 juta kasus.
Pernikahan dini adalah pernikahan yang dilangsungkan pada pasangan yang usianya di bawah aturan yang berlaku.
Dituliskan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 16 tahun 2019, perwakinan hanya diizinkan bila pria dan wanita masing-masing berusia 19 tahun.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) Bintang Puspayoga, menyoroti masalah ini.
Praktik pernikahan dini yang masih marak, disinyalir menjadi salah satu penyebab stunting.
"WHO menyebutkan bahwa salah satu masalah stunting adalah karena tingginya pernikahan dini," ujarnya.
Risiko stunting pada anak yang lahir dari pernikahan dini, disebabkan oleh kondisi psikologis yang belum matang.
Ini menyebabkan suami maupun istri tidak mempunyai pemahaman dan pengetahuan yang baik soal kehamilan.
Pola asuh yang diberikan ke anak pun, pada kondisi ini belum tentu mumpuni dan benar.
Baca Juga: 5 Daftar Makanan yang Direkomendasikan Kemenkes untuk Mencegah Stunting
Tak hanya psikologis, kondisi fisik pasangan yang menikah terlalu muda, menurut Bintang juga masih belum siap, terutama wanita yang harus melewati fase hamil dan melahirkan.
"Demikian pula secara fisik, organ reproduksinya belum terbentuk sempurna sehingga berisiko tinggi mengganggu perkembangan janin," ujarnya.
Perlu diketahui, kalau tubuh seorang remaja butuh asupan gizi maksimal hingga usia 21 tahun.
Jika sudah menikah pada usia 15 atau 16 tahun, maka terjadi perebutan gizi antara ibu dan bayi dalam kandungan.
Pada usia di bawah 18 tahun, organ reproduksi seorang perempuan masih belum matang dan ini berisiko tinggi mengganggu perkembangan janin.
Usia ideal untuk wanita hamil yakni 21-35 tahun, di mana sel telur yang dihasilkan berlimpah dan risiko komplikasi selama kehamilan lebih kecil.
Keadaan finansialnya pun, juga belum mapan. Ini bisa mengakibatkan sulit mendapatkan asupan gizi yang baik, untuk ibu hamil dan anak.
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh, yang disebabkan oleh kekurangan gizi kronis pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).
Anak stunting, ketika tumbuh dewasa rentan menjadi sumber daya manusia yang kurang produktif dan rentan mengalami penyakit tidak menular (PTM).
Untuk menghindari risikonya, perlu dilakukan pencegahan dengan mengatasi faktor-faktor pemicunya, termasuk pernikahan dini.
Itulah mengapa pernikahan dini dapat menyebabkan dilahirkannya anak stunting. (*)
Baca Juga: Rutin Konsumsi Telur, Cara Efektif Menanggulangi Stunting Menurut BKKBN
Penulis | : | Nurul Faradila |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
Komentar